Jumat, 10 April 2015

Ombak Laut

            Saat itu adalah perayaan peringatan hari guru, tepatnya pada tanggal 25 November 2009. Kami anak kelas 9A bersama wali kelas yaitu pak Bayu pergi ke pantai para pahlawan untuk merayakan hari yang bersejarah bagi para guru kami. Pagi itu sangat indah, dengan air laut yang masih surut dan sinar matahari yang baru terbit dari sebelah timur memberikan pantulan yang begitu indah pada pasir pantai yang begitu putih seperti kapas. Pohon-pohon bakau yang begitu banyak sehingga membentuk pemandangan yang sangat indah.
            Dari kejauhan terlihat segorombolan teman laki-laki kami yang membawa bekal makanan turun dari mobil. Meski dengan dahi yang mengerut karena beban yanng begitu banyak, namun di situ terdapat goresan senyum di bibir mereka. Namun tidak dengan salah seorang teman kami yang bernama Muhammad Syaiful, teman kami ini biasa dipanggil gentong karena ukuran badannya yang jumbo. Hari itu ia tak begitu bergairah, padahal biasanya ia termasuk anak jail dan usil, bahkan teman perempuan kami sering dibuat menangis olehnya. “anak-anak, sebelum kalian pergi bermain dan berpencar entah kemana, bapak ingin dalam waktu 10 menit masing-masing dari kalian membawa kayu bakar” kata wali kelas kami kepada anak laki-laki, sementara anak perempuan harus tinggal untuk membakar ayam yang sudah kami bumbui dan kami kukus dari rumah. Meskipun tidak tepat waktu akhirnya teman kami pun datang dengan membawa kayu bakar, namun anehanya ipul belum juga kunjung datang, dan itulah kali pertama ipul memberikan rasa kekhawatiran pada kami semua. Tiba-tiba dari arah hutan yang begitu rindang nampaklah seorang teman kami dengan membawa kayu bakar, “pak, si gentong katanya izin sebentar mau buang air kecil”, lalu bapak menjawab “eh, kamu ini apaan sih? Tidak boleh memanggil teman dengan sebutan seperti itu. Ya sudah, setelah ini kalian boleh bermain. Tapi ingat, kalian tidak boleh bermain  terlalu jauh, dan jam 11 harus sudah kumpul lagi untuk makan. “ok pak” jawab salah seorang dari teman.
            Beberapa menit setelah anak laki-laki bubar main ke pinggiran pantai si Ipul baru memunculkan batang hidungnya. Dan yang anenhnya lagi dia bukannya menyusul anak cowok tapi malah ikut gabung bantuin masak sama anak ceweknya. Padahal dia kan orangnya tidak terlalu suka dengan anak cewek yang ada di kelas dan bahkan sebaliknya, anak cewek pun selalu menjadikan ipul bahan perbincangan karena kenakalannya. Jam menunjukkan pukul 11, anak-anak pun sudah berkumpul untuk melahap makanan yang telah kami sajikan. Aku melihat terlalu banyak perbedaan Ipul hari ini, dia begitu diam. Ipul terkenal dengan sikapnya yang tamak dengan makanan, tapi hari ini dia hanya melihat tumpukan nasi di depannnya. “pul, ayo makan! Apa hari ini kamu diet?” ledek guru kami. Sesekali ini memasukkan beberapa butir nasi ke dalam mulutnya. Mungkin hanya tidak enak hati kepada pak Bayu. Makanan habis, semua peralatan makanan sudah di cuci dan di masukkan ke dalam tempatnya.
            Sekitar jam 12:30 air laut sudah pasang dan hampir naik ke pinggiran pantai, anak-anak pun pada bersorak kegirangan menyambut pasangnya air laut. Dari kejauhan terlihat kapal-kapal para nelayan yang saling berselisih antara pergi dan pulang, dan ombak yang datang ke permukaan pantai pun begitu indah. Hampir 3 jam kami berendam di dalam air yang rasanya agak sedikit asin. Semua anak menikmati momen indah itu, begitu pula dengan Ipul teman yang sedari tadi aku ceritakan. Beberapa kali Ipul mencoba menipu kami dengan tingkah nakalnya, “heiiiii semua, tolong!!!! Aku tidak bisa berenang”, sambil membawa dirinya hampir ke tempat yang lebih dalam, dan itu ia lakukan beberapa kali, ia selalu tertawa ketika kami berhasil ditipu mentah-mentah olehnya.
            Kali ini ia memulai tingkah anehnya lagi, ia membenamkan dirinya lagi dan mengulang kata-kata yang sama, “teman-teman, aku mohon kali ini aku tidak bercanda. Aku mohon!!!!”. Tapi kami hanya tertawa, dan mengira ia menipu kami lagi, dan kami pun tidak ingin tertipu olehnya untuk yang ke sekian kalinya. Tapi saat itu ada yang aneh, ipul tidak kunjung menampakkan dirinya kepermukaan. Mata kami semua saling bertatapan, sejenak kami bingung dengan apa yang sedang terjadi. Kami berlari menuju pantai, kami semua berteriak, kami berteriak dengan histeris. “ipuuullllll, ipuuuulllll.....”, semua mulut berkata seperti itu dengan suara yang menggelegar di penuhi rasa takut. Salah seorang teman kami bergegas pergi menyusul wali kelas untuk mengatakan bahwa ipul hilang ditelan ombak. Dari kejauhan ia berlari, sambil menahan matanya yang sedang berkaca-kaca. “pak, ayo kita turun sebentar!”, “emang ada apa? Bapak mohon kamu jangan panik seperti ini!” bapak mencoba untuk menenangkannya, tapi ia tak menghiraukan saran dari pak bayu, ia hanya menggegam tangan si bapak sambil menarik turun ke bawah. Sesampainya bapak di bawah kami hanya bisa terpaku diam seribu bahasa, saat itu siapapun tak ada yang berani memecah keheningan, sehingga pak Bayu sendiri yang memaksa saya utntuk berbicara. Akhirnya saya menjelaskan semuanya. Matahari sudah hampir tidak terlihat, namun tidak ada tanda-tanda bahwa kami akan menemukan ipul. Kami semuanya bingung, tidak tahu siapa yang akan disalahkan dalam masalah ini. Akhirnya kami pulang dengan perasaan sedih dan bersalah, pak guru mengatakan bahwa dia yang akan menjelaskan kepada orangtua Ipul atas apa yang terjadi hari ini, dan dia juga yang akan bertangung jawab. Tapi kami sebagai teman Ipul tetap merasa bersalah, karena seandainya kami mendengarkan omonganya, pasti dia akan selamat dan pulang bersama kami. Tapi semuanya sudah terjadi, kami tidak ingin menumpahkan semua masalh ini kepada pak guru seutuhnya.  Kami ingin ikut bertanggung jawab, atas kebodohan yang telah kami lakukan. Sampai sekarang saya masih dihantui rasa bersalah atas kepergian Ipul, saya harap jika Ipul memang sudah tiada dia diterima di sisi Allah swt, dan jika ia terdampar di pantai yang lain dia bisa kembali dan berkumpul bersama kami lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar